“Apa gue melewatkan sesuatu?" ujar Stephanie yang tiba-tiba muncul ketika Sienna tengah menyeruput strawberry latte ice, beruntung gadis itu tak tersedak akibat terkejut.
“Stephhhh, lo ngagetin gue. Untung gue nggak keselek!!" omel Sienna seraya mengambil beberapa lembar tissue sebab ada sedikit cipratan minuman yang mengenai mejanya karena guncangan ketika dirinya terlonjak.
Mata Stephanie memicing, menatap menyelidik pada sahabatnya. Pen-tab yang ia pegang ia putarkan main-main di udara di depan wajah Sienna."Lo, lo nggak.. lagi.. jatuh cinta kan?" tembak Stephanie tiba-tiba.
Pertanyaan itu berhasil membuat Sienna terdorong mundur bersama kursi kerjanya. Entah bagaimana bisa? Sepertinya karena kaki Sienna yang menghentak mejanya tiba-tiba.
“Jatuh cinta apanya?!” elaknya.
“Lo nggak bisa ngelak lagi dari gueeeee. Lihat wajah lo merah padam giniiii. It's so new for meeee lihat lo bersemu-semu kayak giniii!!” pekik Stephanie antusias.
“Lo ngaku sama gue, lo lagu jatuh cinta sama siapa?!” todong gadis itu pada Sienna. Sienna terus memutar kursi yang Ia duduki guna menghindari pandangan Stephanie, tentu saja Stephanie tak tinggal diam. Gadis itu terus mengikuti kemana arah Sienna menghindar.
“Nggak adaaaaa!! Siapa yang lagi jatuh cinta sihhh? Orang gue nggak jatuh cintaaaa!!” sergah Sienna, gadis itu kembali berkelit hingga suaranya naik satu oktaf.
“Lo nggak bisa nyembunyiin sesuatu dari gue Siennaaaa. Gue kenal lo banget duh! Sandwich, coffee, croffle, macaron, dan ini latte yang lagi lo minum dengan wajah bersemu-semu. Dari siapa kalo bukan dari seseorang yang bikin buka lo bersemu-semu merah padam?!”
Secara tiba-tiba Stephanie memeriksa napas Sienna dari ujung hidungnya.”I got u!! Lo kalau lagi ketangkap basah gini suka lupa napas. Jadi lo sekarang ngaku atau gue cari tahu sendiri?! And it would makes me sad if I know whose the man by myself instead from you."
Stephani memegang kedua pipi Sienna lantaran gemas, membuat bibir gadis itu terhimpit di antara pipinya."Guwe maa ngamaong gwimanwa kwalow low gwimiin?!" dengan sigap Stephanie menjauhkan kedua telapak tangannya dari wajah Sienna sambil terkekeh dan membiarkan Sienna berbicara dengan nyaman.
“Hehehe, okay, tell me then!” Sienna mendengus sejenak, “Rigel,” pungkasnya.”Rigel who?” Sienna lupa, Ia belum pernah menceritakan pasal Rigel sama sekali pada Stephanie, kecuali, “The freaky man," ringis Sienna.
“Hah?!! What?? Those man— the zebra cross man? Lo—,” belum sempat Stephanie melanjutkan histerisnya, tiba-tiba ponsel Sienna berdering.
“Hi!” Sienna menjawab panggilan yang entah dari siapa, tetapi raut wajahnya berubah menjadi lebih ceria seketika setelah notifikasi panggilan itu muncul di ponselnya.
Stephanie terus memperhatikan gelagat dan gerak-gerik sahabatnya, benar-benar tak dapat dipungkiri jika kini sahabatnya itu memang tengah merasakan hal yang disebut jatuh cinta. Tanpa disadari Stephanie menyunggingkan senyuman. Sebuah senyum yang menggambarkan perasaan lega tapi tak lega sepenuhnya, namun Stephanie merasa terharu, Sienna finally here, on the stage that she’d never been there before. Dalam hatinya Ia hanya berharap semoga Rigel memang pria yang tepat. Stephanie akan tetap menjadi garda depan jika terjadi sesuatu pada sahabatnya.
“Okay, see you at the afterglow, Rigel!” ucap Sienna sebelum menutup panggilannya.
“What?” ucap Sienna ketika mendapati tatapan jahil dari sahabatnya.
“Nothing,” ledek Stephanie, tangannya sempat mencubit kedua pipi Sienna sebelum Ia berlalu meninggalkan kubikel mereka.